ANGGARAN RUMAH TANGGA
KORPS ALUMNI HIMPUNAN
MAHASISWA ISLAM (KAHMI)
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
1. Anggota biasa
adalah alumni Himpunan Mahasiswa Isalam sesuai dengan Anggaran Dasar Angaran
Rumah Tangga HMI.
2. Anggota luar biasa
adalah umat Islam yang berjasa membantu kemajuaan dan kemaslahatan KAHMI, yang
di usulkan oleh Majelis Daerah dan di sahkan oleh pimpinan kolektif Majelis
Nasional.
Pasal 2
1. Sistem keanggotaan
KAHMI bersifat stelsel pasif
2. Anggota KAHMI
terdaftar pada majelis daerah di mana anggota tersebut bertempat tinggal.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 3
HAK ANGGOTA
1. Anggota biasa
mempuyai Hak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul atau pertanyaan secara
lisan atau tertulis kepada pimpinan kolektif Majelis Nasional dan Majelis
Wilayah/ daera/ rayon;
2. Anggota biasa
mempuyai Hak untuk memilih dan dipilih menjadi pimpinan kolektif Majelis
Nasional dan Majelis Wilayah/ Daerah/ rayon;
3. Anggota luar biasa
mempuyai Hak mengajukan saran atau usul dan pertayaan kepada pimpinan kolektif
Majelis Nasional dan Majelis Wilayah/ Daerah/ rayon secara lisan atau tertulis.
Pasal 4
KEWAJIBAN ANGGOTA
1. Membayar Uang
iyuran Anggota, yang besaran nominalnya di tetapkan oleh pimpinan Kolektif
Majelis Nasional KAHMI.
2. Menjaga nama baik
KAHMI.
3. Berpatisipasi
aktif dalam setiap kegiatan KAHMI
BAB III
STRUKTUR PIMPINAN DAN
KEKUASAAN
Pasal 5
PIMPINAN KOLEKTIF
MAJELIS NASIONAL
Pimpinan Majelis
Nasional adalah badan yang melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
tangga dan menetukan kebijakan dalam menjalankan roda Organisasi KAHMI secara
Nasional.
Pasal 6
Yang dapat di pilih
menjadi Anggota Kolektif Majelis Nasional adalah anggota biasa.
Pasal 7
Masa jabatan pimpinan
Kolektif Majelis Nasional adalah 3 (tiga) tahun untuk periode 2009-2012.
Pasal 8
Pimpinana Kolektif
Majelis Nasional terpilih, menjalankan tugasnya segera setelah pelantikan
dengan cara mengucapkan ikrar yang di pandu oleh Pimpinan Sidang Musayawarah
Nasional.
Pasal 9
Komposisi
kepengurusan Pimpinan Kolektif Majelis Nasiolanl KAHMI:
1. Pimpinan Kolektif
majelis Nasional terditi dari 6 (enam ) orang Anggota Yang dipimpin oleh
seorang ketua harian yang ditetapkan secara bergilir, masing-masing 6 (enam)
bulan, diantara anggota pimpinan Kolektif tersebut.
2. Dalam pengembilan
keputusan, ketua harian diberi kewenangan penuh untuk menjalankan kebijakan
harian Organisasi sesuai dengan AD/ART.
3. Sekretariat
Jendral dan Wakil-wakil Sekretaris Jendral, Bendahara Umum dan
Bendahara-bendahara, Kepala dan Anggota Departemen-departemen diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI.
4. Ditingkat Nasional
Pimpinan Kolektif Majelis Nasional membentuk lembaga-lembaga otonom menurut
berbagai bidang kerja dan profesi. Masing-masing lembaga dipimpin oleh seorang
Direktur yang ditetapkan oleh pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI.
5. Ketua Forum Alumni
HMI Wati (FORHATI) Nasional adalah anggota exofficcio dalam pimpinan Kolektif
Majelis Nasional KAHMI.
Pasal 10
1. Pimpinan Kolektif
Majelis Nasional membentuk koordinator Wilayah yang bertugas melakukan
koordinasi antar wilayah dalam wilayah regionalnya.
2. Fungsi dan tugas
Koordinator Wilayah diatur dalam pedoman Organisasi yang ditetapkan Pimpinan
Kolektif Majelis Nasional.
Pasal 11
1. Rapat Pleno
Pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI merupakan instansi tinggi pengambilan
keputusan.
2. Peserta Rapat
Plenio Pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI terdiri dari 6 (enam) anggota
Pimpinan Kolektif Majelis Nasional, Sekretaris Jendral dan Wakil-wakil
Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara-bendahara, Kepala dann
Anggota Departemen, Direktur Lembaga-lembaga Otonom, Koordinator Wilayah, Ketua
FORHATI Nasional, Ketua dan Sekretaris Majelis Pakar dan Majelis Penasihat.
3. Rapat Koordinasi
Nasional disingkat Rakornas, diselenggarakan minimal sekali dalam satu periode
kepengurusan yang dihadiri oleh seluruh unsur kepengurusan Pimpinana Kolektif
Majelis Nasional/peserta Rapat Pleno sebagaimana termaktub dalam ayat (2) pasal
ini dan utusan dari Majelis Wilayah dan Daerah masing-masing 1 (satu) orang.
4. Ketentuan mengenai
rapat koordinasi diatur dalam Pedoman Organisasi Pimpinan Kolektif Majelis
Nasional.
Pasal 12
Pimpinan Kolektif
Majelis Nasional Bertanggung Jawab kepada Musyawarah Nasional.
Pasal 13
MAJELIS WILAYAH
Komposisi kepengurusan
Majelis Wilayah dapat :
1. Berbentuk
presidensial terdiri dari Ketua Umum , Ketua-ketua, Sekretaris Umum,
Sekretari-sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara-bendahara, Kepala-kepala
Biro, Anggota Biro dan Direktur-direktur Lembaga Otonom; atau
2. Berbentuk
Presidium terdiri dari 5 (lima) orang anggota Presidium yang dipimpin oleh
seorang Ketua Harian yang ditetapkann secara bergilir diantara anggota
Presidium tersebut , Sekretaris Umum dan Sekretaris-sekretaris, Bendahara Umum
dan Bendahara-bendahara, Kepala-kepala Biro, Anggota Biro dan Direktur-direktur
Lembaga Otonom atau
3. Bentuk lain yang
disetujui oleh Musyawarah Wilayah;
4. Ketua FORHATI
Wilayah adalah Anggota ex Officcio dalam kepengurusan Majelis Wilayah.
Pasal 14
Majelis Wilayah
berkedudukan di ibukota Provinsi, dapat dibentuk bila terdapat sekurang-kurang
3 (tiga) Majelis Daerah.
Pasal 15
Yang dapat dipilih
menjadi pengurus Majelis Wilayah adalah Anggota biasa.
Pasal 16
Susunan kepengurusan
Majelis Wilayah disahkan oleh Pimpinan Kolektif Majelis Nasional berdasarkan
hasil Musyawarah Wilayah.
Pasal 17
Masa jabatan Majelis
Wilayah adalah 5 (lima) tahun.
Pasal 18
Majelis Wilayah
menjalankan tugasnya segerah setelah disahkan dan dilantik dengann cara
mengucapkan ikrar yang dipandu oleh Pimpinan Kolektif Majelis Nasional.
Pasal 19
1. Rapat Pleno
Majelis Wilayah merupakan instansi tertinggi pemngambilan keputusan ditingkat
Wilayah.
2. Peserta Rapat
Pleno Majelis Wilayah terdiri dari semua unsur kepenguruan Majelis Wilayah
sebagaimana termaktub dalam pasal 13 ayat (1)/ayat (2).
Pasal 20
1. Rapat Koordinasi
Wilayah Rakorwil, di selenggarakan minimal sekali dalam satu periode
kepengurusan dihadri oleh semua unsur kepengurusan Majelis/ peserta rapat pleno
sebagimana termaktub dalam pasal 19 ayat (2) dan utusan dari Majelis daerah
masing- masing 3 (tiga) orang.
2. Ketentuan mengenai
rapat koordinasi Wilayah diatur dalam pedoman Organisasi yang di tetapkan oleh
Majelis Wilayah.
Pasal 21
Majelis Wilayah
bertanggung jawab kepada musyawarah Wilayah.
Pasal 22
MAJELIS DAERAH
Komposisi
kepengurusan Majelis Daerah dapat:
1. Berbentuk
presidensial terdiri dari Ketua Umum, Ketua-ketua, Sekretaris Umum,
Sekretaris-sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara-bendahara, Kepala-kepala
Bidang, Anggota Bidang dan Direktur-direktur Lembaga Otonom : atau
2. Berbentuk
Presidium terdiri dari 5 (lima) orang Anggota Peridium yang dipimpinoleh
seorang Ketua Harian yang ditetapkan secara bergilir diantara anggota Presidium
tersebut, Sekretaris Umum dan Sekretaris-sekretaris, Bendahara Umum dan
Bendahara-bendahara, Kepala-kepala Bidang, Anggota Bidang dan Direktur-direktur
Lembaga Otonom : atau
3. Bentuk lain yang
disetujui Musyawarah Daerah.
4. Ketua FORHATI
Daerah adalajh Anggota ex Officcio kepengurusan Majelis Daerah.
Pasal 23
Majelis Daerah
berkedudukan di ibukota Kabupaten/kota, dapat dibentuk dengan mengadakan rapat
anggota yang dihadiri sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang.
Passal 24
Bagi Daerah yang
jumlah anggotanya kurang dari 25 (dua puluh lima) orang, dapat dibentuk Majelis
Daerah Persiapan.
Pasal 25
Yang dapat dipilih
menjadi Pengurus Majelis Daerah adalah Anggota biasa.
Pasal 26
1. Susunan
kepengurusan Majelis Daserah disahkan oleh Majelis Wilayah berdasarkan hasil
Musyawarah Daerah;
2. Apa bila Majelis
Wilayah belum terbentuk, maka Majelis Daerah disahkan Pimpinan Kolektif Majelis
Nasional berdasarkan hasil musyawarah Daerah;
Pasal 27
Masa jabatan Majelis
Daerah 5 (lima) tahun.
Pasal 28
Majelis Daerah
menjalankan tugasnya segera setelah disahkan dan dilantik dengan cara
mengucapkan Ikrar yang dipandu oleh Majelis Wilayah atau Pimpnan Kolektif
Majelis Nasional.
Pasal 29
RAPAT PLENO
1. Majelis daerah
merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi di tingkat daerah.
2. Peserta rapat
pleno majelis daerah terdiri dari semua unsur kepengurusan majelis daerah
sebagaimana termaktub dalam pasal 22 ayat (1) / ayat (2).
Pasal 30
1. Rapat koordinasi
daerah disingkat Rakorda, diselenggarakan minimal sekali dalam satu periode
kepengurusan dihadiri semua unsur kepengurusan majelis daerah/peserta rapat
pleno sebagaimana termaktub dalam pasal 29 (2) dan utusan majelis rayon.
2. Ketentuan mengenai
rapat koordinasi daerah diatur dalam pedoman organisasi yang ditetapkan majelis
daerah.
Pasal 31
Majelis daerah
bertanggungjawab kepada musyawarah daerah
Pasal 32
MAJELIS RAYON
Komposisi
kepengurusan majelis rayon dapat :
1. Berbentuk
presidensil, Terdiri dari Ketua, Wakil-Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil-Wakil
Sekretaris, Bendahara, Wakil Bendahara, Kepala-Kepala Seksi dan Anggota seksi;
2. Berbentuk
presidium terdiri dri 3 (tiga) Orang anggota presidium yang dipimpin oleh
seorang ketua harian yang ditetapkan secara bergilir diantara anggota presidium
tersebut, Sekretaris dan Wakil Sekretaris, Bendahara, dan Wakil Bendahara,
Kepala-Kepala Seksi dan Anggota seksi atau;
3. Bentuk lain yang
disetujui oleh musyawarah rayon.
Pasal 33
Majelis rayon
berkedudukan di alamat kantor instansi yang bersangkutan, dapat di bentuk
dengan mengadakan rapat Anggota yang di hadiri sekurang- kurangnya 10 (sepuluh
) orang.
Pasal 34
Yang dapat di pilih
menjadi pengurus Majelis Rayon adalah anggota biasa
Pasal 35
1. Susunan
kepengurusan Majelis Rayon untuk luar Negeri di sahkan oleh pimpinan Kolektif
oleh Majelis Nasional berdasarkan hasil Musyawarah Nasional
2. Susunan
kepengurusan Majelis Rayon di dalam negeri disahkan oleh Majelis wilalayah/
Daerah berdasrkan hasil Musyawarah Rayon
Pasal 36
Masa jabatan Majelis
Rayon 5 (lima) tahun.
Pasal 37
Majelis Rayon
Menjalankan Tugasnya segera di sahkan dan dilantik dengan cara mengucapkan
ikrar yang di pandu oleh pimpinan kolektif Majelis Nasional, Majelis Wilayah/
Daerah.
Pasal 38
1. Rapat pleno Rayon
merupakan instansi pengambil keputusan tertinggi dalam Majelis Rayon
2. Peserta rapat
Pleno Majelis Rayon aadalah semua unsur kepengurusan sebagaimana
termaktub dalam pasal (1) ayat (2)
Pasal 39
Majelis Rayon
bertanggung jawab kepada Musyawarah Rayon.
STRUKTUR KEKUASAAN
Pasal 40
MUSYAWARAH NASIONAL
1. Musayawarah
Nasional memegang kekuasaan tertinggi organisasi KAHMI.
2. Musyawarah
Nasional di selenggarakan oleh pimpinan kolektif Majelis Nasional.
Pasal 41
Musyawarah nasional
adalah Musyawarah pimpinan Kolektif Majelis Nasional dengan utusan Majelis
Wilayah dan Daerah.
Pasal 42
1. Musayawarah
Nasional di adakan 3 (tiga) tahun sekali untuk periode kepengurusan 2009- 2012
2. Dalam keadaan luar
biasa, Musayawarah Nasional dapat diadakan menyimpang dari kententuaan pasal 42
ayat 1.
3. Musayawar Nasional
yang di maksud dalam ayat 2 pasal ini disebut Musyawarah Nasional luar biasa
disingkat Munasbul, yang diselenggarakan jika dikendaki oleh 2/3 jumlah Majelis
Wilayah dan Majelis daerah.
4. Musayawarh
Nasional luar biasa dapat dilaksanakan apabila:
a. Pimpinana kolektif
Majelis Nasional melakukan pelanggaran terhadap AD/ART KAHMI
b. Pimpinan Kolektif
Majelis Nasional melakukan tindakan pidana yang sudah di yatakan dengan
keputusan pengadilan, yang mempuyai kekuatan hukum yang tetap dan atau
c. Pimpinan Kolektif
Majelis Nasional tidak melaksanakan hasi- hasil Musayawarah Nasional dan
keputusan- keputusan organisasi lainya tanpa alas an yang dapat di terima.
Pasal 43
Kekuasan/ wewenang
Musayarah Nasional :
1. Meminta pertangung
jawaban Pimpinan Kolektif Majelis Nasional dalam masa jabatanya.
2. Menetapkan, dan
apabila diangap perlu melakuakan penyempurnaan, AD/ART KAHMI.
3. Menetapakan
program kerja Nasional dan ketetapan lain menurut kebutuhan .
4. Menetapkan
tatatertib pemilihan Pimpinanan Kolektif Majelis Nasional.
Pasal 44
Mekanisme pelaksanaan
Musayawar nasional:
1. Pimpinan Sidang
Musyawarah Nasional dipilih dari dan oleh peserta musyawarah Nasional
2. Sebelum Pimpinan
Sidang terpilih di tetapkan, Musyawarah Nasional di Pimpin oleh Steering
Committee.
3. Musyawarah
Nasional diyatakan sah apabila dihadri oleh sekurang kurangya separuh tambah 1
(satu) dari jumlah Majelis Wilayah dan Daerah
4. Pesrta Musyawarah
Nasional terdiri dari:
a. Pimpinan Kolektif
Majelis Nasional
b. Utusan dari
Wilayah dan Daerah Masing- masing sebayak 2 (dua) orang .
c. Peninjau dan
undangan atas persetujuan Pimpinan Koletif Majelis Nasional.
5. Hak peserta:
a. Hak bicara.
b. Pimpinan Kolektif
Majelis Nasional, Majelis Wilayah dan Daerah masing- masing mempuyai Hak 1
(satu) suara.
c. Majelis Daerah
persiapan hanya punya Hak bicara
6. Setelah pengesahan
pertanggung jawaban Pimpinan Kolektif majelis Nasional tersebut dinyatakan
demisioner.
Pasal 45
MUSYAWARAH WILAYAH
1. Musyarah Wilayah
memegang kekuasaan tertinggi di tingkat Wilayah.
2. Musyawarah Wilayah
diselengarakan di tingkat Wilayah
Pasal 46
Musyawarah wilayah
adalah Musyawarah yang di hadiri oleh Majelis Wilayah dan utusan Majelis
Daerah.
Pasal 47
1. Musyawarah Wilayah
diadakan 5 (lima) tahun sekali.
2. Dalam keadaan luar
biasa, Musayawarah Wilayah dapat diadakan menyimpang dari kententuan pasl 27
ayat 1.
3. Musyawarah wilayah
yang dimaksud dalam ayat 2 disebut ini disebut Musayawarah Wilayah luar biasa
disingkat Muswilub, yang diselenggarakan jika dikehendaki oleh 2/3 jumlah
Majelis Daerah.
4. Musyawarah luara
biasa dapat dilaksanakan apabila:
a. Majelis wilayah
melakukan pelanggaran terhadap AD/ART KAHMI dan atau;
b. Majelis Wilayah
melakukan tindakan pidana yang sudah di yatakan dengan putusan pengadilan, yang
menpuyai kekuatan Hukum atau;
c. Majelis Wilayahn
tidak malaksanakan hasil-hasil Musayawarah Wilayah dan keputusan – keputusan
oraganisasi tanpa alasan yang dapat di terima.
Pasal 48
Kekuasaan / wewenang
Musyawarah wilayah:
1. Meminta
pertanggung jawaban Majelis Wilayah dalam masa jabatanya
2. Menetapkan program
kerja Wilayah
3. Menetapkan tata Tertib
pemilihan Majelis Wilayah
4. Memilih dan
menetapkan majelis Wilayah
5. Menetapkan
ketetapan- ketetapan lain sesuai kebutuhan Wilayah setempat
Pasal 49
Mekanisame
pelaksanaan Musyawarah Wilayah:
1. Pimpinan sidang
Musyawarah dipilh dari dan oleh peserta Musyawarah Wilayah.
2. Musyawarah
diyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya separoh tamba 1(satu) dari
jumlah Majelis Daerah
3. Peserta Musyawarah
terdiri dari:
a. Majelis wilayah.
b. Utusan dari
Majelis Masing-masing 3 (tiga) orang
c. Peninjau dan
undangan atas persetujuan Majelis Wilayah
4. Hak peserta
Musayawarah Wilayah
a. Hak bicara.
b. Majelis Wilayah
Daerah masing-masing mempuayai 1 (satu) suara.
c. Majelis Daerah
persiapan hanya punya hak bicara
5. Setelah pengesahan
pertanggung jawaban Majelis Wilayah maka Majelis Wilayah tersebut diyatakan
demisioner
Pasal 50
MUSYAWARAH DAERAH
1. Musyawarah Daerah
memegang kekuasaan tertinggi di tingkat daerah
2. Musyawarah daerah
dilaksanakan oleh Majelis Daerah
Pasal 51
Musyawarah Daerah
adalah Musyawarah yang di hadiri oleh Majelis Daerah, utusan Majelis Rayon dan/
atau anggota KAHMI yang terdaftar pada Majelis daerah bersangkutan
Pasal 51
1. Musyawarah Daerah
dilakasanakan 5 (lima) tahun sekali.
2. Dalam keadaan Luar
biasa, Musyawarah Daerah dapat diadakan menyimpang dari kententuan pasal 52
ayat 1.
3. Musyawarah Daerah
yang di maksud dalam ayat 2 pasal ini di sebut musyawarah Daerah luar biasa,
yang diselenggarakan jika dikehendaki oleh 2/3 dari jumlah Anggota.
4. Musyawarah Daerah
luar biasa dapat dilaksanakan apabila
a. Majelis Daerah
melakukan pelanggaran terhadap AD/ ART KAHMI dan atau
b. Majelis Daerah
melakukan tindakan pidana yang sudah diyatakan dengan putusan pengadilan, yang
mempuyai keuatan Hukum pasti
c. Majelis Daerah
Tidak Melaksanakan hasil-hasil Musyawarah Daerah dan keputusan-keputusan
organisasi lainya
Pasal 53
Kekuasaan/ wewenang
Musyawarah Daerah:
1. Meminta pertangung
jawaban Majelis Daerah dalam masa jabatanya
2. Menetapkan program
kerja Majelis Daerah.
3. Menetapkan tata tertib
pemilihan Majelis Daerah
4. Memilih dan
Menetapkan Majelis Daerah.
5. Menetapakan
ketetapan- ketetapan lain sesuai kebutuhan Daerah setempat
Pasal 54
Mekanisme pelaksanaan
Musyawarah daerah:
1. Pimpinan sidang
Musyawarah Daerah dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Daerah.
2. Musyawarah di
yatakan syah apabila dihadiri sekurang- kurangnya separoh tamba 1 (satu) dari
jumlah Anggota yang terdaftar pada Majelis Daerah bersangkutan.
3. Peserta Musyawarah
Daerah terdiri dari:
a. Majelis Daerah
b. Utusan Majelis
Rayon 3 (tiga) orang dan/ atau anggota KAHMI yang terdaftar pada Majelis Daerah
bersangkutan
4. Hak pesrta:
a. Hak bicara
b. Majelis Darah dan
Majelis Rayon dan/atau anggota KAHMI yang terdaftar pada majelis Daerah yang
bersangkutan, masing-masing mempuyai hak 1(satu) sura.
5. Setelah pengesahan
ketetpan pertanggung Jawaban Majelis Daerah maka Majelis Daerah tersebut
diyatakan demisioner
Pasal 55
MUSYAWARAH RAYON
1. Musyawarah Rayon
memegang kekuasaan tertingggi di tingkat instansi kerja di dalam/ lura negri;
2. Musyawarah rayon
diselenggaraka oleh oleh Majelis Rayon
Pasal 56
Musyawarah Rayon
adalah Musyawarah yang di hadiri oleh Majelis Rayon dan anggota KAHMI setempat
Pasal 57
1. Musyawarah Rayon
diadakan 5 (lima) tahun sekali.
2. Dalam keadaan luar
biasa, Musyawarah Rayon dapat diadakan menyimpang dari ketentuan pasal 57 ayat
1.
3. Musyawarah Rayon
yang di maksud dalam ayat 2 pasal ini di sebut Musyawarah Rayon luar Biasa,
yang diselenggarakan jika di kehendaki oleh 2/3 dari jumlah anggota.
4. Musyawarah Rayon
luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
a. Majelis Rayon
melajukan pelanggaran terhadap AD/ ART KAHMI dan atau
b. Majelis Rayon
melakukan tindakan pidana yang sudah diyatakan dengan putusan pengasilan, yang
mempuyai kekuatan hukum pasti.
c. Majelis rayon
tidak melaksanakan hasil-hasil Musyawrah Daerah dan keputusan-keputusan
organisasi lainya
Pasal 58
Kekuasaan/ wewenang
Musyawarah Rayon:
1. Meminta
pertanggung jawaban Majelis Rayon dalam masa jabatanya
2. Menetapkan program
kerja Majelis Rayon.
3. Menetapkan tata
tertib Pemilihan majelis Rayon
4. Memilih dan
menetapkan Majelis Rayon
Pasal 59
Mekanisme pelaksanaan
Musyawarah Rayon:
1. Pimpinan Siding
Musyawarah Rayon dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Rayon
2. Musyawarah Rayon
di yatakan syah apabila dihadiri oleh sekurang- kurangnya separoh tambah 1
(satu) dari jumlah anggota terdaftar pada Majelis Rayon yang bersangkutan
3. Pesrta Musayawrah
Rayon terdiri dari:
a. Majelis Rayon
b. Seluruh anggota
KAHMI yang terdaftar di Rayon yang bersangkutan.
c. Peninjau dan
undangan atas persetujuaan Majelis Rayon.
4. Hak pesrta
Musyawarah rayon:
a. Hak bicara.
b. Majelis Rayon, dan
anggota rayon yang bersangkutan masing- masing mempuyai hak 1 (satu ) suara.
5. Setelah pengesahan
ketetapan pertangung jawaban Majelis Rayon, maka Majelis Rayon tersebut
dinyatakan demisioner
BAB V
Pasal 60
PEMBUBARAN
1. Pembubaran KAMHI
hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional yang khusus di lakukan untuk
itu.
2. Musayawarah
Nasional pembubaran KAHMI, harus di hadiri oleh 2/3 dari peserta Musyawarah
Nasional yang hadir.
3. Sesudah KAHMI
diyatakan/ ditetapkan untuk di bubarkan di bentuk tim Likuidasi.
4. Kekayaan
organisasi dihibakan kepada Badan Sosial atau organisasi yang mempuyai maksud
dan tujuan yang sejalan dengan KAHMI yang di laksanakan oleh Badan Likuidasi.
BAB VI
PENUTUP
Pasal 61
STRUKTUR KEWENANGAN
PERATURAN ORGANISASI
1. Semua peraturan
Organisasi KAHMI memiliki kewenangan berdasarkan hirarki kepimpinan organisasi
yakni, Nasional, Wilayah, Daerah dan Rayon
2. Peraturan
Oraganisasi yang di bawah tidak boleh bertentangan dengan yang di atasnya
3. Peraturan
Organisasi KAHMI yang berlaku adalah peraturan yang belum pernah di cabut dan/
atau di robah oleh peraturan-peraturan yang setara atau di atasnya
Pasal 62
Hal-hal yang belum
diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga akan di atur di dalam
pedoman Organisasi yang di tetapkan oleh rapat Pleno Pimpinan Kolektif Majelis
Nasional atau Majelis Wilyah/ Daerah berdasarkan struktur kewenangan masing-masing
Pedoman Organisasi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar